“MENGUPAS” BUAH CEMPEDAK/TIWADAK
Siti Aisyah
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal”.(QS; Ali Imran;190-191).
Sekarang ini tengah musim buah, dan salah satu buah yang difavoritkan serta menjadi kerinduan masyarakat Banjar adalah buah cempedak atau tiwadak yang bercita rasa khas dan sangat enak.
Buah tiwadak berbentuk bulat lonjong dan bertekstur kulit mulus (tidak berduri). Uniknya buah ini mulai dari yang muda (tiwadak anum), sampai yang berusia tua (tiwadak masak), sangat enak jika di olah berbagai varian makanan.
Tiwadak muda biasanya di gulai atau digangan bersambal dengan Ikan air tawar seperti Ikan haruan (kulacingan), pupuyu atau sapat siam. Selain itu tiwadak muda juga bisa diparung (dibanam diatas bara api), dengan dicampur santan agak kental.
Sementara itu tiwadak tua atau tiwadak masak, buahnya bisa di makan atau dicicipi langsung, dan bisa pula digoreng dengan dicampur tepung terigu (ujar urang Banjar guguduh tiwadak).
Di dalam buah ada terdapat biji yang setelah direbus bisa dijadikan cemilan dengan dicampur tahi lala atau kelapa parut.
Pada bagian kulit, (naa ini dia nii ) enak sekali di olah menjadi sayuran teman makan nasi. Kulit tiwadak bisa langsung digoreng dengan diberi bumbu dan bisa pula kulitnya ini setelah dikupas dan di bersihkan, kemudian dijaruk (difermentasi) dengan larutan air garam dan sedikit kapur sirih. Setelah beberapa hari dijaruk, maka kulit tadi disebut manday. Manday tiwadak bisa digoreng, bisa pula digulai atau ditanak bercampur dengan Ikan haruan, pupuyu atau telor bebek, dengan santan agak kental.
Subhanallah, betapa kekuasaan dan kebesaran Allah SWT, nampak sangat jelas ‘diprofil’ buah tiwadak ini.
Tauhid mengajarkan kepada kita betapa seluruh ciptaan Tuhan mengandung dan memberi pelajaran serta hikmah ketika “dibaca’ dan dimaknai secara lebih mendalam, termasuk buah tiwadak ini.
Bermanfaatnya buah tiwadak ini untuk kita karena seluruh ‘dirinya’ mulai dari kulit, isi, sampai biji bisa di olah berbagai kuliner dengan varian rasa yang super enak (endole) sekali.
By the way, ada banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik, dikupas, dan disayat dari buah kesayangan urang Banjar ini.
Lagi dan lagi terdapat isyarat bahwa manusia diciptakan Allah SWT itu dalam keadaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya dengan perbedaan yang banyak sekali. Berbeda warna kulit, suku, sosial, budaya pandangan dan pilihan hidup, rezeki, cita-cita, serta berbeda pula kemanfaatan dan kegunaan masing-masing.Sebagaimana halnya buah tiwadak yang didalamnya ada buah, ada biji, kemudian kulit dan ‘mereka’ memiliki beragam rasa dan kemanfaatan pula.
Seluruh manusia yang merupakan makhluk Allah SWT ini juga semuanya berguna dan memberi manfaat, sebagaimana halnya buah tiwadak itu tadi yang berguna diantaranya yang sangat penting adalah menjadi ‘fasilitas’ tauhid kita, betapa Maha Besarnya Allah atas semua ciptaanNYA.
Selain itu pula bahwa, manfaat yang melekat dan pengejawantahan dari manfaat masing-masing kita berbeda masanya, waktunya, tempatnya, macam ragam dan kegunaannya. Sebagai mana halnya kegunaan dan rasa atau ‘taste’ keseluruhan tiwadak baik taste isi, rasa biji, dan rasa atau taste kulit yang berbeda-beda.
Well, ketika melihat sesama manusia, maka lihatlah dengan arif dan bijaksana, bahwa siapapun dia, pasti berguna. (Jar urang Banjar tu cari ha, hahar ha, pasti ada tu kegunaan dirinya). O, dia tidak pandai dibidang ini, tetapi dia mahir dibidang yang lain. O, dia oke dibidang ini, tetapi dia kedodoran di bidang ono. Sebagai mana halnya ketika kita mengupas sang tiwadak, kita temukan didalamnya buahnya yang enak, terus dikunyah buah akan terlihat biji, terus habis buah dan biji, maka ada kulit yang kemudian berguna pula. Belum selesai sampai di situ, isi, biji, dan kulit tadi kemudian diolah dengan berbagai varian makanan dengan rasa yang berbeda pula. Begitulah..,cari dan cari terus sampai semua bagian tiwadak tidak ada yang terbuang percuma.
Oleh karena itu, dengan mencermati perihal tadi maka, akan jauhlah kita dari perasaan tinggi hati, bahwa ‘akulah saja yang bermanfaat dan paling
bermanfaat’. Pula, akan ‘terbantahkanlah’ dengan telak kesombongan kita, yang telah menuding, menyindir, dan menyiyir dengan memberi cap orang lain tiada berguna.
Bahwa meskipun semua manusia berbeda perihal ketetapan taqdir dan garis hidupnya, tetapi semua manusia berperan dan berkiprah serta menebar kebaikan dalam rangka bermanfaat dan memberi kemanfaatan dengan satu tujuan yang sama dalam bungkus keimanan, ketaatan untuk memperoleh limpahan pahala dan barakah yang nanti kelak menjadi sangu ketika menghadap Allah, Tuhan azza wa jalla..