Ada pertanyaan dari mahasiswa ketika saya mengajar mata kuliah Managemen Dalam Perspektif AlQur’an dan Hadist, Prodi S2 Management Pendidikan Islam (MPI), UIN Antasari Banjarmasin, begini: “Di dalam sebuah organisasi atau pertemanan manusia, seringkali kita akan dihadapkan kepada persoalan atau kejadian yang “tidak enak” antara sesama anggota pertemanan atau organisasi tersebut, (ujar urang Banjar tu bahualan,hehehhh).
Menarik pertanyaan itu dan kemudian saya “catat” diantara jawaban saya seperti dibawah ini.
Ketika bergabung di dalam sebuah perkumpulan manusia, organisari, kantor, komunitas kerja atau komunitas masyarakat, baik di alam nyata maupun di dunia maya, seperti WAG misalnya, maka kita akan menemui berbagai karakter orang didalamnya.
Baik dan “belum baik” karakter siapapun sebetulnya adalah “hanya” dalam “perhitungan” kita manusia yang serba terbatas ini. Ujian dan cobaan yang datang dari Allah SWT “masuk” dalam ruang “pertemanan” ini juga. Oleh karena itu, “masuk” pula yang namanya sabar dan syukur itu. Sabar menemui teman yang tidak suka dengan kita, dan syukur ketika bertemu dengan teman yang tulus hati (dengan kita).
Ketika berteman atau bekerjasama dengan banyak karakter manusia tadi, ada perasaan dimana kita merasa enjoy berada didalamnya dan kita bisa bertahan lama bergabung diperkumpulan itu. Akan tetapi ada pula “rasa” dimana kita tidak sreg dengan situasi “perkumpulan” karena sebab didalam perkumpulan itu ada seorang atau dua orang yang tidak welcome atau tidak menyukai kehadiran kita. Realitas demikian memunculkan keinginan kita untuk menyudahi, menyingkir, atau keluar dari kerjasama karena pressure atau tekanan dari “teman kerjasama” yang berkarakter tidak nyaman dengan kita tadi.
Setiap pilihan ada konsekuensi. Konsekuensi bertahan adalah “baik” ketika kita merasakan dan memahami semua perjalanan hidup adalah ujian kesabaran dan ujian kesyukuran. Ada jalan yang mulus dan ada jalan yang terjal dilalui. Sementara konsekuensi keluar dari kerumunan adalah “memberi nyaman” terhadap orang yang tidak “enak” dengan kehadiran kita, (jar urang banua tu, mengalah haja, paham haja dengan keadaan diri), itu satu. Yang kedua, “menyamankan” rasa dan pikiran kita juga. Menyingkir dari arena sebetulnya agar orang yang tidak menyukai keberadaan kita itu tidak terlalu lama amarah, tidak terlalu lama menilai dan menganggap kita “selalu salah”, dan meragukan bahkan tidak percaya dengan kemampuan kita (skeptis), serta tidak “keterlaluan”untuk menyinyir lewat mimik muka maupun dengan kata kata, serta bahkan tidak terlampau keterlaluan pula mengadakan atau “ngarang” cerita (fitnah).
Pada saat yang sama menyingkir pula berarti menjaga diri kita dari merespon negatif terhadap berbagai perbuatan yang tidak familiar dengan kita selama berteman atau bekerjasama.
Jadi,, dalam menjalin Interaksi komunikasi dengan sesama manusia atau ketika berada di sebuah perkumpulan manusia, ada saatnya kita memang harus bertahan, dan itu bagus kalau memang “argumentasi “lahir bathin menyatakan sanggup.Tetapi pula ada kalanya kita harus mempunyai pilihan. Dan pilihan menyingkir adalah pilihan yang paling tepat pada saat yang tepat pula.
Oya, dipertemanan atau diperkumpulan manusia, mengapa kehadiran seseorang (kok) bisa tidak disukai atau membikin gerah dan di anggap “receh” bagi seorang atau dua orang anggota kelompok lain ya?.
Penyebabnya adalah bisa jadi karena orang yang tidak dikehendaki kehadirannya itu, dinilai tidak memiliki potensi apa apa (padahal Tuhan Maha Adil dan memberi potensi yang sama kepada manusia, hanya saja bentuk dan ragam potensi yang berbeda, serta kontribusi atau sumbangsih yang di berikan oleh masing masing manusia berbeda bentuk dan ragam untuk komunitas dan perkumpulannya. Jadi dengan demikian, sumbangsih untuk pembangunan kemanusiaan dan peradaban masing masing manusia berbeda cara, bentuk dan jenis kemampuan dalam berkontribusi). Penyebab lain dari kehadiran seseorang di benci adalah bisa jadi pula, di prasangka (i) atau dianggap oleh si pembenci bakal merecoki kenyamanan kerja, kemulusan cita dan jalan bagi segala obsesinya, serta akan mengganggu “penglihatan mata bathin” dan penglihatan mata zhahirnya.