PERIHAL MANFAAT DAN BERMANFAAT

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu, dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuh memasukkannya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa yang mereka kuasai”.(QS: al-Isra;7)

Saya, anda, dan kita sering mendengar, menulis, dan mengatakan, narasi kalimat yang baik, yaitu, ‘semoga bermanfaat’ atau ‘semoga bisa mendatangkan manfaat’.

Terkait perihal kalimat tersebut, ada sesuatu yang menarik untuk di urai.

Semua manusia semenjak lahirnya kedunia ini, membawa potensi lahir dan potensi bathinnya masing-masing. Kedua potensi itu terasah, diperjelas, dan dipertajam menuju kesempurnaan dalam batas kemanusiaan nya, oleh nilai dasar Islam yaitu iman, ibadah dan akhlaqul karimah.

Kalau potensi zhahir dan potensi bathin ini terus diasah oleh nilai dasar itu tadi, maka kedua potensi tersebut akan muncul wujudnya dengan ‘kompak’ dan saling mendukung, yaitu bahwa penampakan perilaku zhahir yang baik adalah keadaan bathinnya yang baik. Sementara sebaliknya, penampakan zhahir yang buruk, berupa sikap, sifat dan perilaku yang tidak terpuji, adalah refleksi keadaan bathin yang dijejali oleh ketidak-baikan itu.

Universitas tempat penggodokan paling sempurna potensi zhahir dan potensi bathin adalah lembaga pendidikan Ramadhan, yang materi kuliahnya adalah pendidikan ketauhidan, ibadah, dan akhlak, yang kemudian pendidikan selama satu bulan penuh itu diperuntukkan untuk 11 bulan setelahnya, sampai Ramadhan berikutnya hadir kembali secara berulang setiap tahun.

Hakekatnya, potensi zhahir dan potensi bathin setiap manusia itu memuat, membawa, dan kemudian memberi kemanfaatan untuk proses berlangsungnya kealaman dan untuk keberlangsungan kemanusiaan di muka bumi ini. Namun hanya saja yang perlu dipahami bahwa bidang, bentuk, dan rupa kemanfaatannya berbeda-beda, sesuai dengan garis tangan dan kemampuan daya pikul yang ditentukan Tuhan atas masing- masing kita.

Sepanjang melakukan perbuatan dalam bentuk apa saja yang termasuk dalam varian dan kategori kebaikan, maka ia memberi manfaat dan kemanfaatan untuk perjalanan alam dan turut memberi sumbangan untuk pembangunan peradaban kemanusiaan, secuil apapun, ya, secuil apapun itu.

Dalam konteks sufistik, kebaikan yang dilakukan, tidak boleh ‘berhenti’ pada batas material, berupa atau ‘berwajah’ ingin dibayar, ingin tenar, dan atau ingin di sanjung, yang kemudian memunculkan ketidak-ikhlasan, dan perasaan atau merasa dirinya saja yang paling bermanfaat, sementara orang lain tidak bermanfaat.

Bermanfaatnya seseorang selalu saja karena dukungan dan sokongan dari orang, dan banyak orang, baik dari keluarga, guru, murid, kawan, kolega, bahkan tetangga dan masyarakat yang baik, dan yang respect, yang mengapresiasi positif terhadap siapa kita, kerja kita, serta prestasi kita.

Bahkan bisa jadi dukungan itu datangnya dari orang (yang dengan sombongnya) kita anggap sebagai orang yang tidak bermanfaat.

Oya, sokongan bisa berupa dan berbentuk zhahir sekaligus bathinnya seperti perkataan yang mengandung doa-doa, muka berseri, memberi jempol, pujian, dan semangat yang keluar dari lubuk bathinnya yang luas dan besar.

Bahkan (woww), orang yang nyinyir, membully dan ‘jahat’ terhadap kita, seperti, menyindir, mencela, mengolok-olok, menghalangi dan ‘mematikan’ laju jalan prestasi-prestasi dan harapan baik orang lain, dan perbuatan lainnya yang termasuk dalam perbuatan atau ‘keluarga’ dari perilaku jahat dan nista lainnya, terkadang (masak iya sih??), bisa memberi ‘manfaat’ (maaf, dalam tanda kutif ya).

Oya, ‘manfaat’ yang dimaksudkan adalah bahwa kita besyukur kepada Allah SWT tidak menjadi orang jahat dan berbuat jahat seperti dia, dan semoga kita berhati-hati dan waspada terhadap orang itu dan siapapun.

Manusia yang terus berupaya membuang dan melempar idaman dan tujuan material semata dalam menjalani kehidupan ini, hakekatnya ia meniti jalan sufistik, yaitu apabila berbuat kebaikan sekecil atau secuil apapun, jauh dari ingin
(selalu harus) dibayar, dipuji, disanjung, ingin tenar, dan juga melempar sejauhnya perilaku jahat dan ‘menjahati” orang lain itu tadi. Bahkan pula ia mampu ‘menghadirkan’ rasa mendalam dengan selalu berupaya mengapresiasi bahwa semua orangpun bermanfaat dan memberi kemanfaatan sesuai dengan kemampuan, kesempatan, dan keahlian serta se-daya dan se-upaya yang orang miliki.

Kemampuan melampaui tujuan material dan ‘sampainya’ berfikir, berperasaan, dan berkesimpulan mendalam (transenden) perihal potensi setiap manusia, dan kemudian berupaya arif mengapresiasi dengan positif segala potensi zhahir dan potensi bathin yang dimiliki diri sendiri dan juga orang lain, berarti dia ‘menyelamatkan’ orang lain dari aniaya dan kezhaliman fikirannya dan perbuatannya, dan itu berarti bahwa dia menyelamatkan dirinya sendiri dihadapan Allah SWT. Itulah puncak dari kemanfaatan yang sesungguhnya masing-masing kita dalam menjalani kehidupan di dunia yang hanya sementara belaka ini.

About Siti Aisyah

Check Also

PESAN SEJATI MAULID NABI

PESAN SEJATI MAULID NABI Oleh Siti Aisyah “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *