Setiap tahun kita bertemu dan dipertemukan dengan bulan yang suci yaitu bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan atau bulan puasa-yang selama sebulan penuh kita berpuasa-, adalah bulan yang sangat mulia diantara sebelas bulan lainnya dalam setahun perjalanan kehidupan kita sebagai hamba Allah SWT di dunia ini. Banyak sekali pelajaran dan hikmah yang teramat besar dan teramat berharga disetiap kita menemui dan berada dibulan penuh berkah ini, serta banyak sekali yang kita rindukan terhadap bulan ini disetiap tahunnya.
Ditahun 2019 ini, Ramadhan tiba ditengah bangsa kita selesai mengadakan perhelatan besar yaitu pemilihan presiden (pilpres) dan pemilu legislatif (pileg), dan saat ini kita bersama tengah menunggu hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu tersebut. Perhelatan keluarga besar bangsa yang persiapannya memerlukan waktu berbulan-bulan ini, cukup, bahkan sangat ‘melelahkan’ dan menyedot perhatian masyarakat seluruh Indonesia, bahkan masyarakat dunia dalam kurun waktu yang begitu lama.
Selama melewati proses pilpres dan pileg tersebut, dikalangan kita sebagai warga bangsa, sempat terjadi berbagai peristiwa yang semua itu menguji kita yang tengah ‘belajar’ berbeda dan beragam untuk menuju matang dalam berdemokrasi. Diwarung kopi, dikantor, dipasar, terlebih dimedia sosial, terjadi ‘perang’ pemikiran, ‘perang’ pendapat dan argumentasi atas nama pembelaan dan dukungan terhadap salah satu kandidat dari dua kandidat calon presiden yang berkontestasi tersebut. Di media sosial misalnya, postingan, komentar,cuitan,unggahan terkesan sangat menggoncang rasa kemanusiaan kita yang dalam, bagaimana tidak, setiap hari berseleweran postingan, unggahan, cuitan dan komentar yang menampakkan dan ‘menjelaskan’fanatisme dan pembelaan terhadap jagoannya masing-masing dan kemudian menyerang, serta menjelek-jelekkan kandidat yang bukan pilihannya. Sebetulnya, sebelumnya sudah sering terjadi peristiwa yang menyangkut peristiwa kebangsaan dan peristiwa keagamaan yang juga ‘sempat’ dan seringkali menguji kedamaian negeri ini, seperti gesekan antar agama, antar suku, dan usikan berbagai kepentingan, sebagai ujian dari beragamnya bangsa ini. Semua persoalan dan segala permasalahan tersebut berkat Rahmat Allah SWT, teratasi dengan selamat. Dan Alhamdulillah, pilpres dan pileg yang baru lalu pula berhasil kita lewati dengan selamat.
Bahwa kedatangan bulan Ramadhan untuk tahun ini, seperti sebuah momentum yang sangat ‘pas’ untuk kembali kesalah satu ‘fithrah’ dari Ramadhan itu sendiri yaitu membangun, merajut, menjalin dan merekatkan kebersamaan dan serba bersama (solidaritas) kembali, dalam hal keberagamaan dan kebangsaan kita yang sempat teruyak. Bukankah seluruh aktivitas yang terdapat dibulan Ramadhan mengajarkan kepada kita akan makna ‘kebersamaan’ tersebut lewat ibadah-ibadah Ramadhan yang kita lakukan, baik di siang hari atau di malam harinya. Meskipun dalam keadaan berbeda-beda dalam hal tempat, wilayah, daerah, perbedaan waktu/jam yang berbeda, tetapi perbedaan tidak terlampau jauh di sebabkan karena perbedaan tempat, wilayah dan daerah tersebut tidak berjarak jauh dan panjang. Semua rangkaian ibadah tersebut kita lakukan ‘serba bersama’ dengan tata cara ibadah yang sama, dan tujuan yang sama pula yaitu meraih keridha’an Allah SWT (mardhatillah). Kebersamaan dalam ber-Ramadhan tersebut terwujud lewat berpuasa di siang hari ‘bersama’, kemudian berbuka puasa ‘bersama’, baik dirumah masing-masing ataupun berbuka bersama ditempat-tempat ibadah. Seterusnya melaksanakan ibadah dimalam hari ditempat-tempat ibadah seperti shalat tarawih secara ‘bersama’, dilanjutkan dengan tadarus al-Qur’an ‘bersama’ pula, baik ditempat ibadah maupun ditempat tinggal masing-masing, dan kemudian bersahur ‘bersama’. Serba semuanya bersama, memberikan pengaruh besar (terinternalisasinya) nilai-nilai ibadah Ramadhan ke masing-masing diri kita secara bersama-sama dalam rangka mempertebal dan meningkatkan iman yang kemudian terejawantah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya berupa komitmen akan nilai-nilai persatuan dan kesatuan kemanusiaan (humanitas) yang wajib dijunjung tinggi. Bahwa dalam konteks itu, ajaran Ramadhan diantaranya dimaknai sebagai terbangunnya komitmen hidup bersama sebagai warga bangsa ditengah keragaman yang besar dan banyak, kemudian penghormatan terhadap nilai kemanusiaan yang terwujud lewat solidaritas tanpa batas, menolak segala bentuk yang berpotensi merusak persatuan kita sesama agama, antar agama, antar adat, antar suku, budaya, sosial, politik, serta tindakan kekerasan, anarkisme, penindasan, dan berbagai tindakan kezhaliman dalam bentuk penghinaan, menyindir, membuka aib sesama manusia, memaki, memfitnah, menuduh tanpa haq, korupsi, mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain, merendahkan, sombong dan tinggi hati terhadap sesama manusia.
Bahwa Ramadhan selalu hadir setiap tahun, dan pada hakekatnya bulan mulia ini adalah kawah candradimuka bagi kaum Muslimin untuk meraih predikat menjadi Muslim yang bertaqwa. Seluruh rangkaian ibadah, diantaranya mulai dari berpuasa disiang hari, berbuka puasa, bertarawih, membaca al-Qur’an, bersahur, bertahajjud, bersadaqah dan ibadah-ibadah utama lainnya, adalah dalam rangka mengubur sedalam-dalamnya seluruh potensi kemanusian kita yang sangat manusia berupa perilaku-perilaku buruk tersebut untuk menuju dan mendapatkan predikat sebagai seorang yang bertaqwa, yaitu menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Taqwa tersebut sudah semestinya menjadi predikat, figuritas, atau kepribadian kita yang terus melekat sebagai hasil dari penggodokan Ramadhan, dan semestinya pula tetap dirawat, dipelihara selama 11 bulan pasca Ramadhan, hingga bertemu lagi dengan bulan Ramadhan berikutnya di tahun mendatang. Tersirat dalam surah al-Baqarah ayat183, Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas ummat sebelum kamu,supaya kamu bertaqwa”. SELAMAT BERPUASA, SELAMAT BER-RAMADHAN…