Dan sesungguhnya Kami akan mengujimu dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan dalam hal harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira terhadap orang-orang yang bersabar (al-Baqarah: 155)
Semua yg berada dilangit dan yang berada dibumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yg Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.al-Hadid:57)
Ramadhan sudah kita lewati, dan Iedul Fithri 1441 H masih sangat terasa kini. Wabah covid 19 atau corona masih tengah melanda bumi, termasuk di sini di wilayah kita Indonesia.
Ketika di awal pandemi terjadi, pemerintah beserta masyarakat dari berbagai elemen lewat berbagai media yang ada, tidak hentinya mengingatkan, bahkan memperingatkan dengan keras sekali akan bahaya wabah ini, dan juga mengingatkan akan protokol kesehatan yang mesti dan harus ditaati. Berada dirumah saja, rajin mencuci tangan, menjaga jarak satu sama lainnya, dan menggunakan masker jika keperluan mendesak dan memaksa harus keluar dari rumah.
By the way, ada ‘protokol’ paling tinggi di balik peristiwa wabah ini yang sangat penting di ajarkan dan diperingatkan bahkan didengungkan nyaring kepada setiap kita kaum Muslimin, yaitu, bahwa peristiwa sedetik dan sekejap atau secuil apapun itu, adalah mutlak absolutik Tuhan, Allah SWT. Bahwa wabah ini terjadi-yang entah kapan berakhir-adalah atas taqdirnya, dan sudah pasti seorang hamba dengan keimanannya, sesegeranya menaikkan kepasrahannya kepada sang Penguasa segalanya yaitu Allah SWT.
Seluruh gerak fisik, olah rasa dan olah fikir manusia tidak berdaya apa-apa ketika menghadapi persoalan apapun tanpa daya dan kekuatan yang di berikanNya. Pada titik inilah kita kemudian sampai kepada ketauhidan, bahwa pandemi corona adalah taqdir dan ini harus diterima, dijalani dengan kepasrahan yang tinggi dan doa-doa yang panjang, agar wabah ini segera berlalu.
Titik ketauhidan ini lah ‘protokol’ paling puncak dan yang paling menjawab atas banyak ‘bunga rampai’ berupa pertanyaan dan pernyataan seputar pandemi ini.
Ramadhan dengan banyak sekali aktifitas ibadah didalamnya, telah dan selalu mengajarkan kepada kita akan kekuatan kesabaran, dan juga keikhlasan yang kemudian menjelmakan kita menjadi hamba yang semakin tunduk, patuh, dan berserah dalam situasi apapun.
Kemudian hadirnya Idul Fitri yang melekat dan identik dengannya puja-puji terhadap kebesaran Sang Pencipta lewat gema tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, adalah ungkapan kepasrahan paling jujur akan ketidak berdayaan kita dalam hal apapun tanpa rahmat, hidayah, dan ampunananNya.
Semoga saja dan semestinya, puja dan puji kita lewat tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir yang sangat banyak kita dengungkan di setiap hari nan Fithri dan hari-hari setelahnya ini, semakin menyampaikan dan mengantarkan kita kepuncak ketundukan akan keMahabesaran Tuhan,Allah SWT.